ANAK DAN IDOLANYA


 

Oleh : Dra. (Psi) Zulia Ilmawati (Pemerhati Keluarga dan Anak)

Setiap orang memiliki kecenderungan mencari sosok yang bisa dijadikan idola bagi dirinya. Setidaknya bisa mewakili perasaan, pendapat, keinginan, dan cita-citanya. Sang idola juga akan menjadi inspirator bagi orang yang mengidolakannya.

Bila kita memperhatikan secara cermat pertumbuhan anak, anak adalah peniru yang ulung. Ia belajar dari yang ia lihat dan ia dengar.

Menginjak usia remaja, sosok idola tidak hanya dikagumi, juga akan ditiru gaya, penampilan, bahkan perilakunya. Mereka bisa meniru dan bertindak seolah-olah memiliki kehebatan seperti yang dimiliki tokoh yang mereka kagumi. Bahkan, tunduk dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh sang idola.

Mengidolakan sosok tertentu dalam kehidupan adalah sesuatu yang lumrah, baik sosok di dunia nyata, seperti orang tua, guru, ulama, artis maupun sosok fiktif, seperti tokoh-tokoh dalam film dan cerita fiksi.

Idola pertama anak biasanya adalah figur terdekat, orang tua atau pengasuhnya. Bertambah usia anak, tokoh idola pun mulai bergeser ke figur yang berada di luar keluarga. Di antaranya tokoh-tokoh fiktif, semisal superhero. Bagi seorang anak, idola berperan penting dalam tumbuh kembangnya.

Memiliki idola dapat mendorong anak berkembang secara positif. Jika sang idola, misalnya, adalah sosok yang suka menolong, anak yang mengidolakannya dapat terdorong untuk melakukan perilaku serupa. Masalahnya, tidak semua sosok idola adalah sosok yang ideal.

Bagi mereka yang berada pada usia remaja, pemilihan idola sering tidak menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang adaptif secara sosial maupun nilai-nilai agama.

Banyak remaja yang mengidolakan tokoh-tokoh yang di mata masyarakat justru merupakan tokoh yang pandangan dan perilakunya dianggap negatif, misalnya saja pecandu narkoba, pelaku tindak kriminal, mereka yang sering berbuat maksiat, dan sebagainya. Ini tentu akan berpotensi memengaruhi para remaja tersebut untuk berperilaku secara tidak adaptif pula.

Menemani Anak Memilih Idolanya

Supaya anak kita bisa meneladan sang idola secara benar, penting bagi orang tua untuk memilihkan atau mengarahkan anak agar bisa mengidolakan tokoh yang memang benar-benar pantas diidolakan. Tokoh ini bisa dijadikan rujukan dalam kebaikan atau menginspirasi kebaikan.

Harus diingat, selain bisa memberi dorongan positif, tokoh idola juga bisa memberi dorongan negatif. Tokoh-tokoh khayal kepahlawanan dalam film-film yang disukai anak-anak hampir semuanya berbau kekerasan. Disinyalir tayangan-tayangan seperti ini berpengaruh terhadap perilaku anak.

Berbagai penelitian mengatakan bahwa cerita-cerita dan tayangan kekerasan mendorong anak yang tidak memiliki kecenderungan bersikap anarkis untuk mencoba dan menirunya, juga dapat menambah kenakalan pada anak yang memiliki kecenderungan sikap anarkis.

Kecenderungan anak yang sering terpapar film yang mengandung unsur tindakan anarkis untuk bertingkah “nakal” menjadi lebih tinggi daripada anak yang tidak menontonnya.

Siapa idola yang dipilih anak, orang tua perlu memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dirasa baik untuk anak. Mau tidaknya anak mendengarkan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan orang tua bergantung pada sejauh mana hubungan orang tua dengan anak-anaknya.

Dengan perkembangan teknologi saat ini, orang tua dapat menampilkan berbagai sosok yang layak dijadikan idola yang dianggap baik. Yang paling penting dalam penggunaan media, apa pun bentuknya, adalah membicarakan isi dan pesan yang disampaikan dari media-media tersebut.

Sebagai contoh, setelah menonton sebuah film mengenai perjuangan seorang tokoh, orang tua dapat berbicara mengenai pentingnya menjadi sosok yang pantang menyerah meskipun sering gagal, seperti kisah tokoh yang diceritakan dalam film yang ditonton.

Orang tua kadang perlu mengajak anak melihat bagaimana konsekuensi sikap dan perilaku sosok-sosok yang hendak dipilih menjadi idola. Agar anak tidak hanya melihat apa yang tampak dari luarnya saja, tetapi juga latar belakang dan siapa sejatinya tokoh yang diidolakan.

Orang tua dapat menunjukkan bahwa ada tokoh yang tampak sukses dan berhasil dalam karir, misalnya, tetapi melupakan kewajiban-kewajibannya sebagai muslim, atau mengabaikan keluarganya. Tentu ini tidak pantas diidolakan. Hal ini akan mendorong anak untuk lebih melihat kedalaman dalam memilih idola dibandingkan hanya sekadar penampakan, penampilan dari luar saja.

Keberadaan idola bisa menjadi motivator bagi anak. Tugas orang tua untuk “memancing” anak mencari kelebihan yang dimiliki sang idola. Jelaslah peran orang tua dalam memberikan arahan yang layak menjadi idola kepada anak sangat penting sebab sang idola akan memengaruhi arah dan cita-citanya.

Rasul dan para Sahabat sebagai Idola

Siapa yang menjadi idola anak sangat bergantung pada promosi lingkungan yang diterima anak. Dalam hal ini orang tua dan media memiliki peranan yang sangat penting karena dari situlah anak biasanya mengenal idolanya. Oleh karena itu, di samping meminimalkan pengaruh buruk media, orang tua juga harus sejak dini mengenalkan tokoh-tokoh yang sangat layak diidolakan seperti Rasulullah saw., para sahabat, dan pejuang Islam.

Seiring bertambahnya usia, anak akan mampu belajar menentukan pilihannya lewat temuannya sendiri, seperti membaca, melihat, atau mendengar. Seorang anak dapat mengidolakan Rasulullah saw. dari membaca buku. Apalagi, jika diperkuat dengan seringnya mendengar paparan kehidupan Rasulullah saw. melalui cerita orang tua atau guru.

Kepada anak harus dikenalkan Rasulullah saw., para sahabat, dan pejuang Islam lainnya. Merekalah yang harus menjadi inspirasi dan idola anak-anak Islam yang sesungguhnya.

Islam sejak lama sudah menjadi magnet kuat bagi manusia yang cinta kebenaran. Sosok Rasulullah saw. adalah salah satu daya tariknya. Para sahabat menjadikan beliau guru, sahabat, sekaligus panutan dalam kehidupannya.

Allah Swt. menegaskan dengan sangat jelas dalam firman-Nya,

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا

“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).

Rasulullah saw. telah menginspirasi banyak manusia. Islam yang beliau bawa mampu menjadi sumber keberanian dan motivasi dalam hidup. Oleh karena itu, banyak dari pengikut Rasulullah saw. yang layak dan pantas kita jadikan idola dalam kehidupan kita.

Rasulullah saw. bersabda, “Didiklah anak-anak kalian pada tiga perkara: mencintai nabi kalian, mencintai ahlulbaitnya, dan membaca Al-Qur’an. Ini karena orang-orang yang memelihara Al-Qur’an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain dari perlindungan-Nya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci.” (HR Ath-Thabarani).

Belajar dari Generasi Awal

Para sahabat dan ulama salaf sangat suka menceritakan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. terhadap anak-anak mereka, dengan diselingi materi pelajaran Al-Qur’an. Pemahaman terhadap sejarah kehidupan Nabi saw. diyakini akan memberikan pengaruh kepada pendidikan dan perkembangan jiwa anak.

Pemahaman yang baik terhadap kepribadian Nabi saw. akan menumbuhkan rasa cinta anak terhadap pribadi beliau. Kecintaan pada Rasulullah saw. merupakan wujud kesaksian yang kedua, setelah kesaksiaannya kepada Allah Swt..

Ada beberapa cerita kepahlawanan yang bisa kita kenalkan kepada anak, antara lain Khalid bin Walid. Beliau adalah mantan panglima perang kafir Quraisy ketika memukul mundur pasukan kaum muslim di Perang Uhud.

Ternyata kemudian ia terpesona dengan Islam. Islam lalu mengubah dirinya dari sosok yang jahat menjadi baik di jalan kebenaran Islam.

Ada Usamah bin Zaid, seorang pemuda, putra dari Zaid al-Haritsah (anak angkat Rasulullah saw.). Pada usianya yang baru 18 tahun sanggup menjadi jenderal tentara pasukan Rasulullah saw..

Ia berjaya menaklukkan tentara Romawi. Ketika itu, di antara yang dipimpin adalah para sahabat senior seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar, dan sebagainya.

Usamah bin Zaid adalah seorang pemberani. Akhlaknya sungguh mulia, lemah lembut. Pada siang hari bagaikan singa yang berjuang. Pada malam hari menangis di hadapan Tuhannya.

Ada pula Muhammad al-Fatih. Pada usianya yang masih 21 tahun berhasil memimpin pasukan menaklukkan Kota Konstantinopel. Kemenangan ini seolah sebagai pembuktian dari ucapan Rasulullah saw. 600 tahun sebelumnya,

“Pasti akan ditaklukkan Konstantinopel. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang menaklukkan Konstantinopel dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.”

Ada lagi Tariq bin Ziyad. Seorang pahlawan Islam yang menaklukkan daratan Spanyol. Dengan keyakinannya pada pertolongan Allah dan semangat jihad yang membara, ia membakar kapal-kapal yang telah membawa pasukannya dari daratan Afrika agar mereka tidak punya pikiran untuk melarikan diri.

Ia berkata, “Wahai pasukanku, di belakang kita lautan. Tiada jalan lagi untuk lari. Di hadapan kita kemenangan atau syahid menanti.”

Masih banyak sosok lain dalam sejarah peradaban Islam yang pantas untuk dijadikan teladan dan idola. Dengan mengenalkan sosok, kehidupan, dan perjuangan mereka pada anak-anak, insya Allah mereka akan menjadi idolanya. Suatu saat, cepat atau lambat, anak-anak kita juga akan berusaha seperti mereka.

Inilah sosok idola yang sebenarnya, bahkan boleh dibilang superhero sejati, karena semua itu adalah sosok yang nyata. Bukan rekaan atau khayalan.

Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kita di akhirat akan berada bersama orang yang kita cintai.” Wallahualam.

Sumber : Muslimah News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar