NASEHATI ANAK DENGAN HATI, BUKAN DENGAN AMBISI


Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung (Penulis, Trainer, Founder Komunitas Parenting Ibu Tangguh) 

Nasehat merupakan konsep pendidikan dalam Islam, tidak disebut mendidik tanpa menasehati, karena mendidik itu intinya adalah nasehat. Namun tidak semua nasehat bisa menembus hati anak, banyak juga yang mental dan tidak mau menerima. Nasehat baginya seakan gudgment, tuduhan si penasehat akan dirinya yang selalu salah, tidak ada sesuatu yang positif sama sekali. 

Sering pula nasehat tersebut sangat membosankan karena yang didengar kalimat yang berulang-ulang tanpa makna dan sentuhan rasa, nasehat-nasehat itu seakan suara-suara berisik yang mengganggu  keheningan jiwa  sang anak. 

Ayah bunda seringkali berambisi bahwa anak harus mendengarkan semua nasehatnya lalu anak kudu menurut apapun yang dinasehatkan, kalau tidak maka akan keluar suara-suara sumbang dengan nada-nada tinggi untuk memaksa anak mengikuti seluruh yang dinasehatkan. 

Ambisi orang tua yang menginginkan anak harus berubah saat itu juga rupanya membuat Ayah bunda kehilangan arah akan tujuan mendidik dan makna dari nasehat itu sendiri. Ambisi agar ananda disiplin belajar, terampil dalam merapihkan kamar, jangan main games melulu bahkan ambisi untuk menjadikan ananda anak saleh yang kelak masuk surga seringkali memicu emosi dan akhirnya fokus kepada kesalahan anak tidak fokus kepada potensi anak yang harus dimotivasi.

Lantas apa yang harus diperhatikan oleh ayah bunda saat memberikan nasehat kepada anak, beberapa nasehat berikut semoga bisa membantu :

1. Niat menasehati semata-mata mencari ridha Allah Ta’alaa, dengan demikian ayah bunda senantiasa memurnikan keikhlasan dan membersihkan hati, emosi dalam kondisi terkontrol karena menasehati anak semata-mata untuk mendapatkan pahala di sisi Allah Ta’ala. In sya Allah nada suara ayah bunda dalam kondisi ini akan lembut dan menyentuh.

2. Menasehati harus sesuai usia anak dan tumbuh kembang mereka, harus diukur tingkatan akalnya sehingga kalimat nasehat itupun terpilih dari lisan ayah bunda dan akal anak mampu mencerna dan menjangkau pesan nasehat yang diberikan.

3. Menasehati tidak boleh di tempat umum tapi lakukan secara privat agar harga diri ananda tidak runtuh di hadapan orang lain,  tetap terjaga suasana batinnya, aibnya tertutupi, anak pun tidak merasa dihinakan. 

Imam Syafi’i pernah berkata : “Berilah aku nasihat ketika aku sendiri, dan jauhilah nasihat ditengah keramaian karena nasihat ditengah manusia adalah salah satu jenis caci maki yang tidak suka aku dengarkan.”

4. Pilihlah bahasa yang lebih sopan dan tidak kasar agar tidak membuat luka di hati anak, sebab target nasehat itu adalah kata-kata itu sendiri dapat didengar dengan nyaman dan baik serta diterima.

5. Bersabar dalam nasehat, tidak harus saat itu juga anak bisa berubah sebab nasehat butuh dicerna, butuh dipahami dan butuh memotivasi diri dalam mengamalkannya. Jangan pernah berhenti menasehati karena bisa jadi nasehat berikutnya justru yang berhasil mengubah anak ke arah yang lebih baik.

Oleh karena itu menasehati harus datang dari ketulusan dari hati yang paling bersih dan mendalam, karena dari hati yang selamat (qalbun salim) akan muncul nasehat-nasehat yang bernas dan mendalam pula sehingga mampu masuk ke dalam hati ananda  tidak hanya sampai di telinga. 

Benar, kita sebagai orang tua memiliki ambisi untuk mendapatkan anak yang salih namun ambisi ini haruslah dikontrol dengan hati yang bening, tertata, lembut dan selalu berharap kepada Allah ta’aala agar memberikan petunjuk kepada kita dan ananda.

Wallahu a’lam bishshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar